Kasus Saeni. masyarakat hanya melihat kulit tanpa melihat kronologis & mekanisme



Nama Ibu Saeni sang penjual warung tegal yang dirazia Satpol PP di Kota Serang, Banten terus menjadi perbincangan hangat. Setelah menjadi korban razia Satpol PP, Saeni kini mendulang keuntungan.

Dia mendapat sumbangan dari orang-orang yang prihatin melihat warungnya dirazia petugas. Dana yang terkumpul dari penyumbang pun cukup wah, yakni sebanyak Rp 172,8 juta.

Bahkan dana tersebut akan digunakan Saeni untuk berangkat umrah bersama suaminya dalam waktu dekat ini.

Sementara itu, berdasarkan informasi yang dihimpun Radar Banten (Jawa Pos Group) dari petugas Satpol PP Kota Serang, Saeni merupakan pedagang warung tegal (warteg) yang tidak masuk kategori miskin.

Bahkan di Kota Serang, Saeni dinilai memiliki tiga cabang warteg di daerah Cibagus, Kaliwadas, dan Tanggul.

"Dari mana dibilang miskin kalau Saeni punya tiga cabang usaha, termasuk bisa menguliahkan anak-anaknya," kata seorang petugas Satpol PP Kota Serang yang enggan disebutkan namanya.

Menurutnya, publik atau netizen di sosial media hanya melihat dari kulitnya saja, tanpa melihat kronologis atau mekanisme pelaksanaan penertiban. Terkait tindakan tegas yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Serang. "Perda telah dibuat untuk dilaksanakan," katanya.

Mengenai penyitaan makanan milik Saeni, kata dia, tidak semua ditahan dan tidak untuk dimusnahkan. Namun Saeni diminta untuk bisa mengambilnya lagi setelah pukul 16.00 WIB agar bisa dijual kembali.

"Tapi sampai saat ini saja, KTP milik Saeni saja tidak diambil. Saeni tidak datang ke kantor untuk mendapatkan arahan," tandasnya. 


Melihat kasus ini berdasarkan 4 pilar
1.      Berdasarkan Pancasila
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa
Pancasila menjunjung tinggi ketuhanan yang artinya agama merupakan yang utama dan harus dihormati diatas yang lainya. Oleh karena itu seharusnya Ibu saeni menghormati dan menjalankan peraturan agar tidak berjualan makanan dari waktu subuh hingga jam 16.00 WIB dibulan Ramadhan ini, apalagi ini sudah dibuat perda.

 (2) Kemanusian Yang adil dan beradab
Menurut pancasila , bangsa indonesia harus berperi kemanusian , adil, dan beradab terhadap sesama. Ibu saeni memang salah karena telah melanggar perda , namun tindakan yang dialkukan petugas harus lebih adil dan beradab saat melakukan razia.
2.      Berdasarkan UUD 1945
Perda merupakan produk legislasi pemerintahan daerah, yakni Kepala daerah dan DPRD. Pasal 140 ayat (1) UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota. Selanjutnya, Rancangan Perda harus mendapat persetujuan bersama DPRD dan Gubernur atau Bupati/ Walikota untuk dapat dibahas lebih lanjut. Tanpa persetujuan bersama, rancangan perda tidak akan dibahas lebih lanjut.

Kemudian pasal 144 ayat (1), (2) dan (3) UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur atau BupatiWalikotauntuk ditetapkan sebagai Perda. Penyampaian Rancangan Perda dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 hari, terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Rancangan Perda ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota paling lama 30 hari sejak rancangan tersebut disetujui bersama.

Lalu pasal 144 ayat (4) dan (5) UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan dalam hal rancangan perda tidak ditetapkan Gubernur atau Bupati/Walikota dalam waktu paling lama 30 hari maka Rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dengan memuatnya dalam Lembaran Daerah.
Undang-Undang tersebut berisi keharusan dalam membuat sebuah perda yang harus melibatkan masyarakat/ tokoh agama/ulama dan para pemangku kepentingan lainnya. Sehingga sebuah perda merupakan peraturan yang telah disepakati bersama berdasarkan sejarah dan budaya daerah tersebut. Oleh karena itu seharusnya semua penduduk bisa menajalankan peraturan tersebut dengan baik.




3.      & 4 Bhineka Tunggal Ika dan NKRI
“Berbeda – beda tetapi tetap satu jua” Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan kita. Semboyan tersebut menggambarkan keberagaman rakyat indonesia beradasarkan ras , suku,  bahasa, budaya, dan agama. Namun walaupun kita berbeda namun kita sebenarnya satu dibawah naungan NKRI. Oleh karena itu diharapkan masyarakat untuk saling toleransi dan saling menghormati. Perda Nomor 2 Tahun 2010 Kota serang sebenarnya sudah benar  mengatur toleransi tersebut. Di Indonesia juga memiliki banyak perda lain yang mengatur tentang toleransi beragama seperti di Bali dengan perda hari nyepi yaitu dilarang melakukan aktiftas diluar rumah untuk menghormati hari nyepi, ataupun di Papua dengan perda dilarang melakukan aktifitas jual beli setiap hari minggu. Hal itu semata – mata dalam rangka Bhineka tunggal Ika dan mempererat jalinan NKRI. Oleh karena itu mari kita patuhi peraturan itu sebagai wujud toleransi dan tanggung jawab kita menjaga semboyan dan persatuan NKRI tercinta inni.



Sumber :
UUD 1945
Pancasila
http://www.kompas.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas I-ISD BAB V